adclickmedia affiliasi

Start Make money

Lampu Merah untuk PMK

16.38 / Diposting oleh A. TAUFIK / komentar (0)

Ditulis Oleh Cecep Hidayat
Rabu, 22 Oktober 2008 www.vet-indo.com

Penyakit mulut dan kuku (PMK), saat ini menjadi salah satu jenis penyakit hewan yang banyak dibicarakan di tahun 2008. Awalnya berasal dari wacana yang dihembuskan oleh pemerintah untuk mengimpor daging sapi dari Brasil. Salah satu Negara eksportir dan pemilik populasi ternak sapi potong terbesar di dunia, akan tetapi belum mendapatkan pengakuan dari Badan Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des Epizooties (OIE) sebagai Negara bebas PMK.


Respon penolakan pun langsung bertebaran menyikapi rencana pemerintah ini, dahsyatnya bahaya PMK menjadi landasan penolakan tersebut. Sikap ini memang sangat beralasan, mengingat bahwa PMK merupakan salah satu penyakit hewan menular yang paling ditakuti oleh dunia internasional. Sehingga sangat wajar bila para stake holder peternakan menyatakan “perang” dengan keinginan pemerintah itu.
Sejak tahun 1990, Indonesia telah diakui oleh OIE sebagai Negara yang terbebas dari PMK. Sebuah prestasi besar, bila mengingat besarnya perjuangan berbagai kalangan yang tanpa lelah selama 12 tahun sejak dari tahun 1974 sampai tahun 1986 membumihanguskan PMK dari bumi ibu pertiwi. Berdasarkan data, PMK pernah “menetap” di Indonesia, pertama kali “singgah” tahun 1887 di daerah Malang, jawa Timur.
Merupakan sebuah kerugian yang nyata bila kemudian penyakit ini kembali “mampir kembalil” di Indonesia. Sebagai catatan, terakhir pemerintah Inggris mengalami kerugian yang sangat tinggi, ketika harus memusnahkan jutaan sapinya akibat terkena PMK. Sinyal lampu kuning yang harus diperhitungkan pemerintah, dibanding kilauan tawaran harga yang didengung-dengungkan oleh Brasil yang bisa sampai 60% dari harga daging sapi yang biasa Indonesia beli dari Australia atau New Zealand.
Agar mengetahui penyakit ini, saya sampaikan ulasan tentang profil PMK :
Hewan yang Terserang dan Penyebabnya
Secara umum PMK menyerang hewan yang berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan. PMK disebabkan oleh virus yang sangat kecil, yaitu berdiameter ± 20 milimikron, terbentuk dari asam inti ribo yang diselubungi protein. Virus ini sangat labil, antigenisitasnya cepat, dan mudah berubah.
Gejala Penyakit pada Ternak
Secara klinis hewan yang terkena PMK dapat diketahui dari tanda-tanda berikut : lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41 derajat celcius), keluar air liur secara melimpah, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot hidup berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%.
Tingkat kematian pada hewan dewasa umumnya rendah, namun biasanya tinggi pada hewan muda akibat myocarditis. Tanda khas PMK adalah lepuh-lepuh berupa tonjolan bulat yang bersisi cairan limfe pada rongga mulut, lidah sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan di ambing susu.
Kerugian Akibat PMK
Bila PMK kembali “tinggal” di Indonesia, maka akan merugikan hal-hal berikut ini :
(a). Penurunan produktivitas kerja ternak.
(b). Penurunan bobot hidup.
Ternak yang menderita PMK sulit mengonsumsi, mengunyah, dan menelan pakan, bahkan pada kasus yang sangat parah, ternak tidak dapat makan sama sekali. Akibatnya cadangan energi tubuh akan terpakai terus hingga akhirnya bobot hidup menurun dan ternak menjadi lemas.
(c). Gangguan fertilitas.
Ternak produktif yang terkena PMK akan kehilangan kemampuan untuk melahirkan setahun setelah terserang penyakit tersebut. Ternak baru dapat beranak kembali setelah dua tahun kemudian. Jika pada awalnya seekor mampu beranak lima ekor, karena penyakit ini kemampuan melahirkan menurun menjadi tiga ekor atau kemampuan menghasilkan anak menurun 40 %.
(d). Kerugian ekonomi akibat penutupan pasar hewan dan daerah tertular.
Dalam keadaan terjadi serangan PMK, seluruh kegiatan di pasar hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH) ditutup. Akibatnya, pekerja di pasar hewan dan RPH, pedagang ternak, serta pengumpul rumput akan kehilangan mata pencaharian selama jangka waktu yang tidak menentu.
(e) Hilangnya peluang ekspor ternak, hasil ikutan ternak, hasil bahan hewan, dan pakan.
Yang sangat membahayakan dari PMK lainnya adalah, penyakit ini sangat mudah menyebar ke ternak berkaki genap lainnya. Seperti yang terjadi di Inggris, yang hanya memerlukan waktu seminggu untuk membuat penyakit ini beredar. Kiranya wajar, bila para stake holder peternakan banyak yang bersuara keras untuk menyatakan nyalakan lampu merah untuk impor daging sapi dari Brasil.
PMK dan Ambivalensi Swasembada Daging Sapi
Yang paling unik dari rencana pemerintah di atas adalah terjadi pada saat masa target pencanangan yang di canangkan pemerintah untuk Swasembada Daging Sapi telah memasuki masa injury time. Hanya tinggal satu tahun lagi. Ironis memang, kebijakan yang telah dicanagkan sejak tahun 1995 ini, diakhir waktunya gaungnya harus terkubur oleh kontroversi pro-kontra isu impor daging sapi Brasil, bukan informasi perjuangan keras pemerintah dalam mensukseskan program tersebut.
Sebenarnya banyak yang berharap lebih dari adanya kebijakan program Swasembada Daging Sapi tahun 2010, yaitu lebih dari 2 juta rumah tangga peternak sapi potong, yang selama ini menjadi pihak yang dianggap akan paling banyak “mendapat berkah” dari program tersebut. Akan tetapi apakah dengan adanya isu penambahan daftar Negara pengimpor daging sapi ini, tidak akan memupus harapan mereka ?.
Dan semoga, PMK memberikan berkah buat peternak, dengan menjadi penghalau penambahan volume impor daging sapi dari luar. Sehingga perhatian pemerintah terfokus kepada peningkatan produksi daging sapi dari kalangan peternak rakyat. Belum pula, potensi alam beberapa wilayah Indonesia yang mendukung bagi usaha ternak sapi potong, diharapkan menjadai tantangan bagi pemerintah untuk mewujudkan mimpinya untuk dapat menjadi Negara yang swasembada daging sapi.
Karena, meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri yang berbasis peternak rakyat, pada dasarnya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang secara langsung menekan pengangguran yang ada. Karena memang, peternakan sebagai subsektor pertanian sangat strategis untuk mengerjakan hal tersebut. Semoga !.

Cecep Hidayat
Peneliti di Balai Penelitian Ternak – Balitbang – Departemen Pertanian RI

Baca Selengkapnya...

Label: , , ,

NSW dorong kinerja ekspor

16.36 / Diposting oleh A. TAUFIK / komentar (0)

Berita dan Artikel - Ekspor
Ditulis oleh Beacukai-Customs
Jumat, 05 Desember 2008 00:00

JAKARTA: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menganggap penerapan Sistem Pelayanan Elektronik Terpadu (national single window/NSW) untuk eskpor pada Desember 2008 di Pelabuhan Tanjung Priok dapat menekan biaya dan menyederhanakan prosedur ekspor-impor.
“NSW ekspor itu bagus, mekanisme di mana customer di luar sudah tahu siapa pengirimnya dan kapan kapal harus datang sehingga kapal tidak menunggu terlalu lama ketika mau masuk ke Pelabuhan,” ujarnya kepada Bisnis di Jakarta, kemarin.



Dia menjelaskan penerapan NSW impor yang berjalan sejak 2007 telah memberikan manfaat kepada para importir, meskipun hanya importir tertentu yang dianggap tidak bermasalah.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan NSW ekspor akan diujicobakan pada Juli dan mulai diterapkan pada akhir 2008 di Pelabuhan Tanjung Priok dan pelabuhan besar lainnya di Indonesia.
Direktur Fasilitasi Ekspor Impor Harmen Sembiring menjelaskan NSW merupakan sistem yang menerapkan single submission document, single and synchronous processing document, dan single decision-making untuk proses penyelesaian kewajiban Kepabeanan.
Menurut dia, pelaksanaan NSW impor berjalan dengan baik, tetapi harus melakukan penyesuaian terlebih dahulu secara bertahap. (19)
Bisnis Indonesia
Sumber : http://www.nsw.or.id/inswsite/index.php

Baca Selengkapnya...

Label: , ,

BATAM, meningkatkan Ekspor melalui Penerapan Free Trade Zone

16.23 / Diposting oleh A. TAUFIK / komentar (0)

Pada dasamya upaya menjadikan Batam sebagai Free Trade Zone tak lain adalah mempertahankan situasi dan kondisi Batam yang ada sekarang ini yang sebenamya telah menjalankan fungsi-fungsi Free Trade Zone. Bagi Batam, dengan diterapkannya Free Trade Zone, tidak ada sesuatu yang baru dan tidak ada perubahan yang mendasar. Hal ini merupakan legitimasi baru bagi pulau Batam untuk melanjutkan fungsi pulau Batam sebagai daerah industri yang berstandar intemasional dan kompetitif di Asia PasifikBatam Dalam Globalisasi Memasuki era globalisasi, orang semakin terbiasa dengan kehadiran pasar bebas. Hal ini tak meng, herankan karena memang salah satu karakteristik globalisasi adalah memudamya batas,batas wilayah kenegaraan secara ekonomi. Dalam jangka panjang, pasar bebas akan membawa manfaat berupa arus perdagangan yang lebih lancar, pasar yang lebih luas serta skala ekonomi yang sedemikian besar sehingga menghasilkan alokasi sumber daya yang rasional dan meningkatnya efisiensi.


Namun dalam jangka pendek, temyata pasar bebas juga dapat menimbulkan masalah bagi negara yang kurang siap bersaing. "Hal ini memang sudah disadari sejak pertama kali didengungkan pembentukan pasar bebas. Batam, selaku kota industri yang terkemuka di Asia Pasifik saat ini, telah lama memikirkan akibat,akibat yang ditimbulkan globalisasi ekonomi terhadap kinerja pertumbuhan Batam. Sebagai barometer,pertumbuhan ekonomi nasional, Batam secara signifikan harus mampu memperbaiki kinerjanya dalam meningkatkan jumlah investasi dan pertumbuhan ekonominya. Salah satu hal yang menjadi isu utama di Batam saat ini setidaknya adalah mengenai penerapan Free Trade Zone terhadap Batatn. Dimana selama ini Batam hanya dijadikan sebagai bonded zone, yang setelah mengalami banyak perkembangan, maka diperlukan adanya satu perubahan konsep dari bonded menjadi Free Trade.
Namun sebagian orang ada yangmenentang penerapan Free T rade ini dengan alasan bahwa pasar bebas yang akan diterapkan di ASEAN dengan adanya AFrA akan menjadikan status Free Trade Batam menjadi percuma. Alasan yang dikemukakan dengan menghadapkan antara Free Trade dan AFrA sebenamya tidak relevan dalam memandang Batam. Karena ada perbedaan yang mendasar antara FTZ dan AFrA, walaupun keduanya berarti pasar bebas yang ada di suatu kawasan. Jadi pada dasamya upaya menjadikan Batam sebagai Free Trade Zone tak lain adalah mempertahankan situasi dan kondisi Batam yang ada sekarang ini yang sebenarnya telah menjalankan fungsi~fungsi Free Trade
Zone. Bagi Batam, dengan diterapkannya Free Trade Zone, tidak ada sesuatu yang baru dantidak ada perubahan yang mendasar. Hal ini merupakan legitimasi baru bagi pulau Batam untuk melanjutkan fungsi pulau Batam sebagai daerah industri yang berstandar internasional dan kompetitif di Asia Pasifik dan memberikan manfaat bagi masyarakat disekitamya. Kesalahan persepsi atas konsep Free Trade Zone yang dialami oleh segelintir pihak belakangan ini dapat berdampak negatif bagi perkembangan Batam, khususnya di mata investor asing yang sangat membutuhkan kepastian hukum bagi status pulau Batam. Perbedaan AFTA Jika sepintas dilihat memang FTZ dan AFTA ada kesamaan kata namun dalam prakteknya mempunyai perbedaan yang mendasar. AFTA lebih ditekankan pada upaya untuk me~ngurangi hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif. Salah satu hambatan perdagangan yang akan dikurangi dalam konsep ini, adalah tarif bea masuk hingga mencapai nol persen sampai 5 persen. Jika Indonesia tak siap, maka akan berakibat pada membanjimya produk luar negeri yang mempunyai kualitas dan harga bersaing ini yang pada akhimya bermuara pada terancamnya produk dalam negeri.
Konsep FTZ sendiri difokuskan pada upaya menarik investasi asing yang berorientasi ekspor. Industri seperti ini mempunyai manfaat selain menghasilkan setoran pajak (PPh), menyerap tenaga kerja dan manfaat lainnya seperti menumbuhkembangkan industri lokal (UKM) yang menjadi mitra perusahaan PMA dan tumbuhnya industri jasa pendukung.
Industri lokal, didaerah FTZ, tidak akan terganggu, karena produk dari PMA didaerah FTZ adalah berorientasi ekspor sehingga tidak akan menyaingi ataupun mematikan produk lokal.
Ditinjau dari prosedur ekspor dan impor, meskipun diberlakukan AFTA, prosedur ekspor impor tetap mengacu kepada prosedur bea cukai masing-masing negara anggota. Sedangkan bagi wilayah yang ditunjuk sebagai FTZ yang memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk, PPN dan PPnBM, maka prosedur ekspor dan impor yang harus dilalui menjadi lebih mudah dan cepat, karena tidak perlu melalui pemeriksaan yang
berkaitan dengan pemungutan bea masuk, PPN dan PPQBm. Seperti di Batam yang selamaini telah berfungsi sebagai quasi FTZ, prosedur keluar masuk barang dapat dipangkas dari 25 proses menjadi 11 proses. FTZ Batam MeningkatkanEkspor Perusahaan Penanaman Modal Asing berorientasikan ekspor bersedia merelokasikan pabriknya semata-mata untuk mencari efisiensi ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara asalnya. Penerapan fTZ secara de facto di Batam, diakui telah mampu
memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan efisiensi biaya produksi. Karena itu Batam dilukiskan sebagai kawasan yang memenuhi persyaratan yang diperlukan bagi PMA berorientasi ekspor untuk menjalankan aktivitasnya.
Motivasi para pengusaha swasta dalam melakukan relokasi adalah untuk memperluas pasarbagi produk sinya di luar negara asal dan dalam perkembangan selanjutnya, karena persaingan global yang semakin ketat, maka perusahaan tersebut harus merelokasikan usahanya ke negara lain yang dapat memberikan efisiensi ekonomi yang lebih menarik. Semen-tara itu, fasilitas perpajakan merupakan salah satu tolak ukur bagi perusahaan-perusahaan PMA untuk menentukan lokasi industrinya setelah membandingkan dengan kawasan-kawasan lain di berbagai negara. Batam tetap menarik minat investor untuk menanamkan investasinya. Fasilitas keringanan berupa keringanan perpajakan dan bea masuk yang diberikan kepada Batam telah mampu memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi Batam dalam bersaing memperebutkan investasi atas kawasan sejenis lainnya yang ada di Asia Pasifik seperti Subic (Filipina), Johor (Malaysia), Shenzhen (Cina),Vietnam dan Thailand.
Hingga akhir tahun 2000, ada 477 perusahaan PMA yang telah mena namkan investasinya di Batam, termasuk tambahan 144 perusahaan PMA sejak tahun 1999. Lebih dari 8000 perusahaan skala kecil dan menengah (UKM) juga menjalankan aktivitasnya di Batam sebagai pendukung atau subcontractor bagi perusahaan PMA. Pertambahan jumlah perusahaan ini juga berimplikasi pada naiknya nilai investasi yang masuk ke Batam. Untuk tahun 2000 nilai investasi tercatat mencapai US$ 1.952.996,475 untuk investasi PMA. Awal tahun 2001 ini tercatat 6 perusahaan PMA yang menanamkan investasi dengan nilai total sebesar US$ 51 juta.
Berlandaskan dari banyaknya perusahaan baru berorientasi ekspor di Batam menjalankan aktivitasnya, Batam menargetkan nilai ekspor untuk tahun 2001 meningkat tipis sekitar 3,11 persen dari total perolehan ekspor sepanjang tahun laluyang mencapai US$ 9 milyar, atau sekitar 15% dari nilai ekspor non migas nasionaL Pen~tapan target ini juga didasarkan pada kecendrungan peningkatan kenaikan volume perdagangan luar negeri selama tiga tahun terakhir. Negara-negara tujuan ekspor Batam masih tetap didominasi oleh negara-negara yang menanamkan investasinya di Batam seperti Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Thailand, Uni Eropa, Bulgaria, Polandia dan beberapa negara lainnya di berbagai belahan dunia. Rata-rata negara yang menjadi tujuan ekspor telah menandatangani perjanjian penghapusan maupun pengurangan bea masuk yang ditandai dengan penerbitan CO (Certificate of Origin) pada produk perusahaan tersebut.
Prospek Batam
Meskipun era globalisasi akan membentuk persaingan pasar intemasional yang terbuka, Indonesia harus dapat mempersiapkan diri agar dapat menjadi salah satu pemeran dalam kawasan Asia Pasifik. Dengan pertumbuhan pesat dan ~eadaan Batam hingga saat ini, prospek Indonesia untuk dapat bermain dalam kancah intemasional semakin besar. Dengan memanfaatkan lokasi yang strategis pada jalur pelayaran yang ramai di Selat Malaka, disertai . dengan fasilitas dan infrastruktur serta sumberdaya manusia yang memadai, Batam dapat menjadi pusat ekspor Indonesia. Eksportir-eksportir Indonesia dapat menggunakan momentum Free Trade Zone Batam untukberinvestasi di Batam, sebagailangkah awal dalam upaya menjangkau pasar dan persaingan global.

Baca Selengkapnya...

Label: ,

Ada Apa dengan Surat Izin Impor di Indonesia?

16.16 / Diposting oleh A. TAUFIK / komentar (0)

Ditulis Oleh joker DVM

Selasa, 18 November 2008 di www.vet-indo.com

Selama ini kita selalu berpikir bahwa kita sudah cukup berusaha sebagai dokter hewan dengan membuka klinik hewan ataupun menangani kasus-kasus penyakit di lapangan. Dalam lingkup profesi memang benar, tetapi ada tanggung jawab yang lebih besar yaitu untuk mencegah timbulnya penyakit zoonosis dan penyakit berbahaya lainnya. Perjuangan dalam pencegahan penyakit ini tidak mudah, kita harus berani menyuarakan kebenaran serta menyadarkan masyarakat mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Selamat berjuang para kolega.




Ada apa dengan surat izin impor di Indonesia ? Pada tanggal 13 November 2008, di pelabuhan Medan telah terjadi pengiriman 75 Jumbo Bags ukuran 500 kg – 1000 kg berisi Salted Cow Hide Skin yang dikirim dengan kapal kayu dari negara Malaysia. Data ini tampak seperti data normal, karena sebelum importasi Salted Cow Hide Skin ini terungkap telah terjadi beberapa kali pengiriman komoditi serupa dari Malaysia ke Indonesia.

Ada beberapa hal yang perlu dicermati dari data ini yaitu bahwa Malaysia adalah negara yang sedang mengalami outbreak PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) terutama negara bagian yang berbatasan dengan pulau Sumatra di Indonesia. Data menarik berikutnya adalah bahwa Salted Cow Hide Skin dilarang masuk ke Indonesia dari negara yang belum bebas PMK seperti Malaysia.

Menurut SPS Agreement dan Terrestrial Animal Health Code artikel 2.2.10.27 mengenai PMK yang dikeluarkan oleh OIE menyatakan bahwa kulit yang diawetkan dengan proses air drying dan salting tidak mampu membunuh virus ataupun material pathogen yang menempel didalam kulit. Hal lain yang ditemukan di lapangan adalah bahwa para kurir exportir ini ternyata memiliki surat izin impor yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan Departemen Pertanian untuk melegalkan proses pengiriman, sehingga pihak Bea Cukai dan Karantina harus meloloskan komoditi ini masuk ke Indonesia.

Ada dua kemungkinan mengenai surat izin impor ini, kemungkinan pertama terjadi pemalsuan dokumen oleh pihak exportir yang dapat diproses melalui jalur hukum oleh pihak Bea Cukai. Kemungkinan kedua surat izin impor yang dibawa pihak exportir adalah legal dan sah dari Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan Departemen Pertanian.

Argumen importasi kulit sebenarnya pernah diungkapkan saat Rapat ahli Keswan-Kesmavet, mengenai pertimbangan kebijakan pemasukan hewan dan produk hewan terkait PMK pada tanggal 14 Juli 2005 yang dihadiri oleh para pakar PMK serta Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan Departemen Pertanian. Hasil rapat ini menegaskan bahwa kulit mentah atau kulit mentah yang diawet (wet/dry salted) hanya boleh diimpor ke Indonesia dari negara bebas PMK.

Jika negara asal komoditi kulit tersebut masih belum bebas PMK seperti Malaysia, maka kulit mentah tersebut dilarang masuk karena proses pengawetan tidak mampu menginaktivasi virus. Bahkan Analisa Resiko Pemasukan Produk Hewan Non Pangan (PHNP) terkait dengan PMK menyebutkan secara tegas berdasarkan tinjauan literatur dari OIE, Processing OIE (artikel 3.6.24), dan analisa resiko Uni Eropa sebagai berikut "Mengingat Indonesia bebas PMK dan menerapkan kebijakan maksimum security dan dikhawatirkan masih dapat sebagai pembawa penyakit, maka disarankan untuk Kulit mentah diawet (Wet/Dry Salted) untuk tidak dapat disetujui pemasukannya".

Pertanyaan berikutnya adalah mengapa dengan sekian banyak data dan informasi dari para pakar PMK melalui rapat resmi ternyata fakta di lapangan menunjukan praktek yang sama sekali bertolak belakang dengan dikeluarkannya surat izin impor Salted Cow Hide Skin dari negara yang masih mengalami wabah PMK seperti Malaysia ? apakah rapat pertimbangan kebijakan tersebut hanya sekedar formalitas untuk menghabiskan anggaran tahun 2005 ? apakah ada faktor ‘eksternal’ lain yang mungkin mendorong dikeluarkannya surat izin impor ini ?
Baca Selengkapnya...

Label: ,

Jawaban Pernyataan Direktur NAMPA Seputar Impor Daging Brazil

16.15 / Diposting oleh A. TAUFIK / komentar (0)

Ditulis Oleh joker

Kamis, 23 Oktober 2008 di www.vet-indo.com

Seperti yang kita ketahui, belakangan ini ramai diberitakan bahwa Indonesia akan mengimpor daging dari negara Brazil yang belum bebas PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), fakta yang mengejutkan bahwa ternyata Mentan juga bersikukuh untuk melaksanakan importasi ini. Sebenarnya ada permainan apa dibalik kasus importasi ini, dan ada hubungan apa antara Mentan dengan NAMPA (National Meat Processor Association) yang juga sama-sama bersikukuh melakukan importasi yang penuh resiko ini?




Data Bagi Haniwar Syarief Tentang PMK

1. Alasan utamanya bukan pada dpt harga lebih murah, tapi lebih krn kebijakan selama ini ketinggalan jaman shg menimbulkan monopoli (Haniwar, 2008).

Fakta : Apakah anda dapat mendefinisikan “kebijakan yang ketinggalan jaman” ? apakah yang anda maksud adalah kebijakan pemerintah mengenai importasi daging sesuai dengan surat edaran menteri pertanian nomor TN.510/94/A/IV/2001 tanggal 20 April 2001 tentang tindakan penolakan dan pencegahan masuknya PMK ke Indonesia? surat edaran yang dibuat oleh mentan periode sebelumnya berdasarkan analisa kebijakan para ahli peternakan dan peneliti di deptan, yang pada kalimat pertamanya tertulis “Berdasarkan laporan dari OIE…” ? Sampai detik ini OIE masih memasukkan PMK sebagai penyakit pada urutan nomor 1 dalam List A daftar penyakit menular, hal ini bukan tanpa alasan mengingat PMK sangat mudah menyebar tetapi proses eradikasi sangat sulit dan memerlukan waktu lama untuk dilakukan.

Ingat mengenai kasus menyebarnya virus PMK dari laboratorium merial di Inggris bulan agustus 2007? Padahal lab tersebut adalah Lab Bio Security Level 3 yang sudah memakai pengamanan berlapis. Ya, semudah itu virus PMK dapat menyebar. Apa yg terjadi jika dalam 1 kontainer daging misal, terdapat 3 atau 4 kg daging yang mengandung virus PMK? Jika Inggris dengan segala teknologinya tidak bisa menghentikan penyebaran virus PMK, apakah menurut anda Indonesia mampu menangani masalah penyebaran virus PMK?

Sama seperti cara kita mencoba menghentikan virus Flu Burung? Kalau kita sedikit saja meluangkan waktu untuk melihat pada kata “PMK”, dan tidak hanya pada kata “daging” maka kita akan mendapat data yang jelas mengapa kebijakan ini diberlakukan.

2. Faktanya adalah bahwa OIE (organisasi kesehatan hewan dunia) memang membenarkan impor dari daerah yg punya zone bebas penyakit PMK dan pastinya para pakar organisasi kesehatan dunia bukan orang bodoh, malah pastinya banyak yg lebih pintar dr Suhadji (Haniwar, 2008).

Fakta : Anda memang 100 % benar, para pakar organisasi kesehatan dunia bukan orang bodo, malah pastinya banyak yg lebih pintar dr Suhadji. Karena hal ini maka OIE masih memasukkan PMK sebagai penyakit pada urutan nomor 1 dalam List A daftar penyakit menular dan berdasarkan resolusi no XVII tentang Recognition of the Foot and Mouth Disease Status of Members yang mulai berlaku 27 Mei 2008 masih tetap memasukkan Brazil dan Negara-negara tetangga Brazil seperti Uruguay, Argentina, Colombia, dan Peru sebagai Negara–negara yang belum bebas dari PMK.

3. Kompas juga tidak pernah mengangkat kenyataan bahwa bahkan Australia, dan New Zealand (dua Negara bebas PMK) juga impor dari Brazilia (Haniwar, 2008).

Fakta : Mohon maaf untuk masalah yang satu ini kami belum pernah memperoleh data resmi sehubungan dengan issue importasi daging dari Negara Brazil yang berstatus belum bebas PMK ke dalam Negara berstatus bebas PMK yang pemasukan utamanya dari peternakan seperti Australia dan New Zealand. Tapi saya kira para pejabat resmi di kedutaan Australia atau New Zealand akan sangat tertarik dengan statement anda tentang issue ini, terlebih lagi jika anda memiliki data resmi.

4. Pastinya Kompas gak pernah memuat pendapat Prof Dr Malole yg mengatakan impor daging dr zone bahkan kompartemen yang bebas dr PMK adalah aman. Tentunya dgn mengikuti protocol yg ditentukan OIE (Haniwar, 2008).

Fakta : Benar sekali pendapat anda dan Prof Dr Malole mengenai importasi dari zone atau kompartemen bebas PMK adalah aman dengan mengikuti protocol yang ditentukan OIE. Apakah anda dapat mendefinisikan kalimat “sesuai protocol yang ditentukan OIE“ ? apakah anda pernah mengetahui jenis uji apa saja yang diperlukan untuk mendeteksi keberadaan virus PMK dalam daging, yang seharusnya dikerjakan oleh pihak negara pengekspor dan karantina negara pengimpor?

Apakah sejak tahun 1990 dimana Indonesia dinyatakan sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi melalui resolusi OIE no XII tahun1990 sampai saat ini tahun 2008, pihak karantina pernah dan diperbolehkan melakukan uji deteksi PMK terhadap bahan daging dan olahan impor yang masuk melalui pelabuhan dan bandara? Silahkan anda mencari data mengenai uji apa saja yang pernah dikerjakan oleh karantina sehubungan dengan penyakit PMK.

5. Oya di dunia ini.. soal status Negara bebas atau gak bebas PMK gak penting lagi.. yg penting risk assessment , lalu adanya safety assurance , dan trace ability. Ketika para pakar melihat bhw itu semua ada ya sudah, gak peduli hanya satu slaughter house saja yg bias memastikan bahwa semua produk yg dikeluarkannya adalah pasti aman dan sehat maka orang boleh mengimpor dari situ. Slaughter house seperti ini yg disebut Compartment free PMK.

Nah bahkan Brazil sudah sampai pada zone free , yg wilayahnya bahkan jauh lebih luas dr Negara New Zealand.. Di sekeliling zone itu harus ada buffer zone yg memastikan bahwa sapi yg mungkin berpenyakit dr luar wilayah itu gak bisa masuk (mana pernah Kompas cerita ttg ini ??) (Haniwar, 2008).

Fakta : Benar sekali pendapat anda mengenai "yang terpenting adalah risk assesment dan safety assurance” banyak negara-negara yang sudah menerapkan analisa resiko ini terhadap importasi daging dari negara berstatus belum bebas PMK atau bisa juga yang diperhalus zona atau kompartemen bebas PMK.

Ada beberapa fakta yang menarik mengenai hal ini, sebagai berikut : Menurut laporan terakhir dari Europe Union Food and Veterinary Office, terdapat beberapa “kegagalan sistem” pada industri daging Brazil saat dilakukan kunjungan oleh para ahli dari Uni Eropa. Kegagalan tersebut meliputi kesalahan registrasi, identifikasi hewan, serta pengendalian pergerakan hewan, serta tidak adanya jaminan mengenai kemungkinan masuknya hewan yang terinfeksi PMK untuk dipotong dan di export dagingnya ke negara Uni Eropa. (22 April 2008, Steve Dube, western Mail).

Dalam laporan lain juga disebutkan bahwa tidak adanya ear tags untuk identifikasi hewan pada sapi yang akan dipotong sebelum memasuki RPH (29 Mei 2008, Western Morning News, The Plymouth UK).

6. Nah kalau orang melalui risk assement yakin bahwa ada safety assurance dan ada traceability sehingga selalu bisa dijejaki kembali kalau ada masalah.. lalu kita impor dari situ .. baru pendapaat orang pintar yg logis (Haniwar, 2008).

Fakta : Ada juga data menarik dari konsep “trace ability “ yang anda sebutkan sebagai berikut : Dalam laporan Europe Union Food and Veterinary Office juga disebutkan bahwa tidak adanya ear tags untuk identifikasi hewan pada sapi yang akan dipotong sebelum memasuki RPH ( 29 Mei 2008, Western Morning News, The Plymouth UK ).

Mungkin kita semua perlu untuk memperoleh cukup data untuk mampu mengambil keputusan yang pintar dan logis sebelum melakukan importasi. Data yang baik adalah data jujur yang diperoleh langsung dari lapangan, Anda pun dapat mencari data yang valid, seperti pada saat anda menangani kasus di Carrefour yang ternyata tidak mengakui surat Departemen Perdagangan mengenai Trading Term pada bulan Maret 2007.

7. Kompas juga gak mau mengerti dan tidak pernah mengemukakan bahwa selama ini daging asal India terus masuk di Kalimantan dan Sumatra yg diselundupkan dr Malaysia. Tapia apa faktanya… Apakah telah menyebabkan Sumatra dan Kalimantan terkena PMK… nggak kan ?? Padahal India hanya punya kompartemen bebas belum zona bebas (Haniwar, 2008).

Fakta : Benar sekali penjelasan anda mengenai banyaknya lalu lintas daging illegal ke Kalimantan dan Sumatra dari India dan Malaysia. Tetapi apakah anda yakin bahwa tidak ada kasus PMK di Kalimantan dan Sumatra? Sudahkah anda meneliti hasil surveillance yang telah dilakukan Deptan ? Dapatkah anda menjelaskan ketidak jelasan kasus PMK di Sumatra dan Jawa pada tahun 2007 ?

8. Buat Mas Patrick.., saya gak sembarangan bela Mentan, krn yg saya ajukan ada argumennya.. Katakanlah kebenaran walau siapa pun yg mengucapkannya. Masa kalau Mentan saya anggap benar nggak boleh di bela. Soal bela membela itu yg penting argumentasinya.. bukan soal orang nya tapi apa programnya katakanlah yg benar itu benar…siapaun yg mengatakannya (Haniwar, 2008).

Fakta : Pak Haniwar Syarif, kami sangat setuju dengan pernyataan anda mengenai katakanlah yang benar itu benar…siapapun yang mengatakannya. Andapun berhak membela Mentan sesuai dengan tanggung jawab dan profesi anda, sama persis seperti tulisan dan komentar anda pada Forum Pembaca Kompas pada tanggal 19 Januari 2007 untuk klarifikasi sosis tulang. “ Soalnya saya kebetulan adalah Direktur eksekutif NAMPA (National Meat Processor Association / Asosiasi Pengolahan Daging Nasional).

Tulisan ini, masih tulisan pribadi saya, walau jabatan direktur eksekutif NAMPA dan kesarjanaan teknologi pangan memang kebetulan melekat pada saya, Kalau statement NAMPA ya harus lewat prosedur kan.. “ ( Haniwar, 2007 )

9. Suryopratomo bilang bgt katanya Kompas mesti berpihak pd yg lemah pd rakyat kecil rupanya kepentingan Australia itu kepentingan rakyat kecil apapun yg dikatakan orang…akhirnya nalar kita jua yg bis amastikan setelah melihat semua data.. dan kita untung punya Pak Agus .. yg mau memuat berita yg bahkan menyerang Kompas.. dan berpulang pada penilaian kita masing masinglah menilai Kompas (Haniwar, 2008).

Fakta: Memang benar bahwa kita harus berpihak pada rakyat kecil. Apa definisi anda tentang “rakyat kecil” ? rakyat Indonesia yang lebih dari separuhnya berada di bawah garis kemiskinan? Para peternak dan petani? Para penjual bakso? Para pekerja di pabrik anda? Atau kita harus melihat dengan jelas semua data sebelum kita melakukan penalaran ?

Jika seandainya terjadi importasi daging dari Negara belum bebas PMK yang dagingnya disembelih secara syariat Islam, Halal, Sehat, Aman, dan juga lebih murah, ada 2 skenario yang mungkin terjadi dengan harga daging sekarang di Indonesia (sekitar Rp. 58.000 ). Daging yang ASUH ( Aman, Sehat, Utuh, Halal ) dan tidak terlalu mahal masuk Indonesia. Para pedagang mengambil daging Impor tersebut untuk dilakukan pengolahan menjadi berbagai macam produk daging atau dapat juga dijual langsung setelah dipacking. Misal saja setelah harga dasar importasi ditambah 5% bea masuk, 2,5% PPN, 10% keuntungan importer, dan 5% biaya lain diperoleh harga daging yang lebih murah Rp.20.000 (Haniwar 2008), sehingga harga daging impor di pasaran menjadi Rp.38.000.

A. Skenario 1 : Indonesia adalah surga bagi pedagang, karena kita semua sangat konsumtif. Di pasar tradisional yang sering dipenuhi oleh rakyat kecil, tidak pernah ada suatu hal yang namanya “penurunan harga” dari harga jual awal oleh para pedagang. Sehingga daging seharga Rp. 38.000 tetap dijual seharga Rp. 58.000. Siapakah yang memperoleh keuntungan ? apakah para rakyat kecil? Atau para pedagang ? Perlu bukti ? bagaimana dengan harga gas kita yang setiap bulan selalu melambung, setelah terjadi konversi gas dan minyak tanah tiba-tiba menghilang dari pasaran. “ Kalau harga gas kita yg ke Cina atau ekspor kenegara lainnya yg kontrak nya katanya hanya dibawah USD 3 per mmbtu , tidak naik.., kenapa utk industri dalam negri harus naik … ?? Kok yg dip eras bangsa sendirinya….?” Jadilah industri ngr lain maju,. Dan inustri kita terengah engah” (Haniwar, 2007)

B. Skenario 2 : Para pedagang di Indonesia adalah para pedagang yang nasionalis dan mau membela kepentingan rakyat kecil, maka harga daging di pasaran mengalami penurunan menjadi Rp.38.000. Konsumsi daging di Indonesia 30% Impor dan 70% adalah produksi peternak dalam negeri. Kenyataan yang ada bahwa dengan harga daging yang Rp.58.000, peternak Indonesia pun masih sulit memperoleh keuntungan yang cukup karena mahalnya harga pakan yang dikuasai oleh swasta. Hal ini juga yang menyebabkan sedikit peternak yang masih mau melakukan budidaya, mereka lebih suka melakukan usaha penggemukan karena dirasa lebih menguntungkan itupun dengan harga daging masih Rp.58.000.

Sekarang apa yang terjadi dengan para peternak lokal kita yang 70% itu dengan adanya penurunan harga daging? Yang terjadi adalah masyarakat akan beralih membeli daging Impor yang lebih murah dan dapat bergembira sesaat sebelum akhirnya para peternak memutuskan untuk berhenti beternak karena sudah tidak menguntungkan lagi dan beralih menjadi distributor daging impor. 10. yg disiarkan Cuma dr sudut nya Mangku, Siswono, Suhaji.., sedang alasan Mentan utk merasa bhw pembukaan ini aman tidak pernah dimasukkan dlm berita. Yg ada cuma, Menteri spa bertanggung jawab. Misalnya ya dia pasti siap bertanggung jawab.., tapi mengapa atau apa argumennya shg bernai punya inisiatip ini , nggak pernah masuk koran Kompas. Dikesankan hanya karena .. dr Brazil lebih murah. Padahal.. yg benar dia lbh murah dan tetap aman halal.. Nah kenapa Menteri berpikir ini aman halal dan sehat tidak pernah diuraikan oleh Kompas (Haniwar, 2008).

Fakta: Mungkin kita bisa sedikit melihat atas dasar apa terjadi komentar mengenai penolakan importasi daging. Mangku Sitepoe adalah ilmuwan PNS di IPB yang concern dengan PMK dan masih hidup dengan gaji PNS, Suhaji adalah PNS yang dilengserkan dalam hal penolakan kasus importasi daging, Siswono adalah pengusaha dan birokrat yang mencoba bertindak mandiri untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Anda dapat mengecek dahulu mengenai profil para penentang importasi daging ini.

Menurut anda apakah mereka menfapat keuntungan dengan jika terjadi penolakan atas importasi daging? Atau kita sedikit bermain logika : siapakah yang mendapat keuntungan dengan adanya importasi daging dari Brazil yang lebih murah ? apakah para pedagang? Atau yang pihak lain? Broker dan Fasilitator pedagang misalnya? Dimanakah peranan NAMPA dalam polemik importasi daging ini ?

Sekarang mengenai harga daging yang murah, jujur saja memang harga daging dari Brazil lebih murah. Mengenai masalah halal, apa definisi anda mengenai kata ”halal” ? daging dari hewan yang disembelih atas nama Allah SWT ? benar sekali. Tetapi jika daging yang disembelih tersebut mengandung resiko yang membahayakan masyarakat luas (PMK atau BSE ?), atau lebih banyak mendatangkan mudharat dibandingkan manfaat, apakah masih masuk dalam kategori halal ?

11. Coba lihat satu baris saja : ” Berdasarkan perhitungan IVW, total kerugian akibat wabah PMK yang berlangsung lebih dari 100 tahun diperkirakan mencapai Rp 11,6 triliun ” Itu rugi 100 tahun Bayang kan rugi rakyat Indonesia 100 tahun , kalau harus beli daging lebih mahal Rp.20.000 aja dr seharusnya ini itungannya , konsumsi perkapota 1.7 kg , jumlah rakyat 240 juta , maka pertahun ; Rp. 20.000 X 240.jutaX1.7 = rRp. 8,160.000.000.000, kalau Cuma 30 persen yg diimpor , jumlah kerugian pertahun Rp. 2.720.000.000.000. Berapa jumlah nya utk 100 tahun ??? Kalau ini riil, bisa di kalkulasi sederhana (Haniwar, 2008).

Fakta : Kami pikir ada beberapa hal yang dapat dikutip dari pernyataan kali ini

A. Benar sekali bahwa kasus PMK pertama di Indonesia terjadi di daerah Malang, Jawa Timur pada tahun 1887. tahun 1980-an, kejadiannya terbanyak di pulau Jawa, namun demikian sejak kejadian wabah terakhir tahun 1983, maka pemerintah melaksanakan peningkatan upaya pengendalian penyakit yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan di semua daerah. Upaya tersebut meliputi vaksinasi massal menggunakan vaksin homolog, monitoring dan evaluasi kekebalan pasca vaksinasi serta pengendalian laulintas ternak. Indonesia telah menyatakan bebas kasus PMK sejak tahun 1986, dan diakui OIE pada tahun 1990. Sehingga efektif program eradikasi PMK di Indonesia berlangsung selama 7 tahun mulai dari tahun 1983-1990.

Jadi program eradikasi PMK tidak dilakukan selama 100 tahun. Apakah anda pernah mencari data atau informasi mengenai apa saja yang telah dilakukan oleh para peneliti dan jajaran pegawai departemen pertanian selama masa 7 tahun itu? Usaha melakukan penelitian awal dalam mencari seed virus PMK asli Indonesia tahun 1983 yang ternyata berbeda dengan virus PMK periode sebelumnya sehingga harus dibuat vaksin baru karena vaksin PMK yang telah digunakan sudah tidak mampu lagi melindungi ternak sapi Indonesia.

Proses perburuan virus melalui puluhan surveillance ke seluruh wilayah di Indonesia dengan dana terbatas. Mereka melakukan semua hal ini hanya demi harapan membebaskan Indonesia dari PMK bukan demi memperhitungkan selisih harga daging !

B. Kerugian kita selama 100 tahun tidaklah sebesar 11,6 triliun. Ini hanya perhitungan perkiraan yang dibuat pada tahun 2003, mengenai berapa besar dana yang diperlukan untuk program 7 tahun pemberantasan PMK jika terjadi Outbreak pada tahun 2003. Menurut ketua umum pengurus PB-PDHI Dr. Budi Tri Akoso, perkiraan biaya yang keluar dibutuhkan sebesar Rp.11,5 triliun untuk tahun 2003, dimana tingkat inflasi belum seperti tahun 2008 dan harga BBM masih berkisar Rp. 4000, belum seharga Rp.6000 seperti sekarang tahun 2008.

Nominal tersebut akan lebih bertambah jika disesuaikan dengan kondisi perekonomian tahun 2008, apalagi jika kita mencoba dengan logika buta mengkalikan jumlah tersebut dengan 100 tahun. Kami mohon maaf sekali perhitungan kalkulasi ini tidak pernah sederhana karena masih harus melihat kondisi ekonomi dan sosial terkini jika kasus PMK memang benar terjadi. Sekali lagi kami mohon maaf jika logika kami tidak bisa menerima perhitungan Absurd kerugian rakyat jika membeli daging murah selama 100 tahun versi anda.

C. Pertanyaan berikut kami serahkan kepada bapak Haniwar Syarif : dari mana negara kita tercinta ini memperoleh dana sebesar Rp.11,5 Triliun (hitungan tahun2003) jika terjadi kasus PMK di Indonesia ? dapatkah kita memperoleh kompensasi program pemberantasan PMK dari selisih harga daging ? 12. Ada apa Pak Andi Surudji ?/ Ucapan bebas PMK adalah prestasi monumental , itu apa maknanya sih .. ? bahwa karena prestasi itu rakyat jadi susah harus beli mahal, dan peternakan sapi kita terus terpuruk.. Ayo pak Surudji jawab pertanyaan saya, (Haniwar, 2008).

Fakta : Kami pikir anda harus menanyakan masalah prestasi bebas PMK yang monumental ini kepada para jajaran pegawai departemen pertanian dan peneliti yang telah berjuang selama 7 tahun untuk memberantas penyakit PMK dan masih hidup sampai sekarang dengan berpenghasilan tetap sesuai gaji PNS. Mereka tidak berpikir bagaimana cara mencari keuntungan selisih harga daging pada saat itu, dan mereka berhasil memberantas PMK, mereka hanya perlu penghargaan atas jerih payah mereka dulu. Dan anda hari ini datang, mempertanyakan kredibilitas mereka dengan cara yang mohon maaf kurang santun dan mempertaruhkan kelangsungan hidup peternak di Indonesia hanya demi selisih harga daging? Kami pikir akan ada banyak sekali pihak yang tertarik dengan pola pemikiran dan gaya negosiasi anda.
Baca Selengkapnya...

Label: , ,

Lampu Merah untuk PMK

16.11 / Diposting oleh A. TAUFIK / komentar (0)

Ditulis Oleh Cecep Hidayat

Rabu, 22 Oktober 2008 www.vet-indo.com


Penyakit mulut dan kuku (PMK), saat ini menjadi salah satu jenis penyakit hewan yang banyak dibicarakan di tahun 2008. Awalnya berasal dari wacana yang dihembuskan oleh pemerintah untuk mengimpor daging sapi dari Brasil. Salah satu Negara eksportir dan pemilik populasi ternak sapi potong terbesar di dunia, akan tetapi belum mendapatkan pengakuan dari Badan Kesehatan Hewan

Respon penolakan pun langsung bertebaran menyikapi rencana pemerintah ini, dahsyatnya bahaya PMK menjadi landasan penolakan tersebut. Sikap ini memang sangat beralasan, mengingat bahwa PMK merupakan salah satu penyakit hewan menular yang paling ditakuti oleh dunia internasional. Sehingga sangat wajar bila para stake holder peternakan menyatakan “perang” dengan keinginan pemerintah itu.

Sejak tahun 1990, Indonesia telah diakui oleh OIE sebagai Negara yang terbebas dari PMK. Sebuah prestasi besar, bila mengingat besarnya perjuangan berbagai kalangan yang tanpa lelah selama 12 tahun sejak dari tahun 1974 sampai tahun 1986 membumihanguskan PMK dari bumi ibu pertiwi. Berdasarkan data, PMK pernah “menetap” di Indonesia, pertama kali “singgah” tahun 1887 di daerah Malang, jawa Timur.

Merupakan sebuah kerugian yang nyata bila kemudian penyakit ini kembali “mampir kembalil” di Indonesia. Sebagai catatan, terakhir pemerintah Inggris mengalami kerugian yang sangat tinggi, ketika harus memusnahkan jutaan sapinya akibat terkena PMK. Sinyal lampu kuning yang harus diperhitungkan pemerintah, dibanding kilauan tawaran harga yang didengung-dengungkan oleh Brasil yang bisa sampai 60% dari harga daging sapi yang biasa Indonesia beli dari Australia atau New Zealand.
Agar mengetahui penyakit ini, saya sampaikan ulasan tentang profil PMK :

Hewan yang Terserang dan Penyebabnya

Secara umum PMK menyerang hewan yang berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan. PMK disebabkan oleh virus yang sangat kecil, yaitu berdiameter ± 20 milimikron, terbentuk dari asam inti ribo yang diselubungi protein. Virus ini sangat labil, antigenisitasnya cepat, dan mudah berubah.
Gejala Penyakit pada Ternak

Secara klinis hewan yang terkena PMK dapat diketahui dari tanda-tanda berikut : lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41 derajat celcius), keluar air liur secara melimpah, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot hidup berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%.
Tingkat kematian pada hewan dewasa umumnya rendah, namun biasanya tinggi pada hewan muda akibat myocarditis. Tanda khas PMK adalah lepuh-lepuh berupa tonjolan bulat yang bersisi cairan limfe pada rongga mulut, lidah sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan di ambing susu.

Kerugian Akibat PMK

Bila PMK kembali “tinggal” di Indonesia, maka akan merugikan hal-hal berikut ini :

(a). Penurunan produktivitas kerja ternak.

(b). Penurunan bobot hidup.
Ternak yang menderita PMK sulit mengonsumsi, mengunyah, dan menelan pakan, bahkan pada kasus yang sangat parah, ternak tidak dapat makan sama sekali. Akibatnya cadangan energi tubuh akan terpakai terus hingga akhirnya bobot hidup menurun dan ternak menjadi lemas.

(c). Gangguan fertilitas.
Ternak produktif yang terkena PMK akan kehilangan kemampuan untuk melahirkan setahun setelah terserang penyakit tersebut. Ternak baru dapat beranak kembali setelah dua tahun kemudian. Jika pada awalnya seekor mampu beranak lima ekor, karena penyakit ini kemampuan melahirkan menurun menjadi tiga ekor atau kemampuan menghasilkan anak menurun 40 %.

(d). Kerugian ekonomi akibat penutupan pasar hewan dan daerah tertular.
Dalam keadaan terjadi serangan PMK, seluruh kegiatan di pasar hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH) ditutup. Akibatnya, pekerja di pasar hewan dan RPH, pedagang ternak, serta pengumpul rumput akan kehilangan mata pencaharian selama jangka waktu yang tidak menentu.

(e) Hilangnya peluang ekspor ternak, hasil ikutan ternak, hasil bahan hewan, dan pakan.
Yang sangat membahayakan dari PMK lainnya adalah, penyakit ini sangat mudah menyebar ke ternak berkaki genap lainnya. Seperti yang terjadi di Inggris, yang hanya memerlukan waktu seminggu untuk membuat penyakit ini beredar. Kiranya wajar, bila para stake holder peternakan banyak yang bersuara keras untuk menyatakan nyalakan lampu merah untuk impor daging sapi dari Brasil.

PMK dan Ambivalensi Swasembada Daging Sapi
Yang paling unik dari rencana pemerintah di atas adalah terjadi pada saat masa target pencanangan yang di canangkan pemerintah untuk Swasembada Daging Sapi telah memasuki masa injury time. Hanya tinggal satu tahun lagi. Ironis memang, kebijakan yang telah dicanagkan sejak tahun 1995 ini, diakhir waktunya gaungnya harus terkubur oleh kontroversi pro-kontra isu impor daging sapi Brasil, bukan informasi perjuangan keras pemerintah dalam mensukseskan program tersebut.

Sebenarnya banyak yang berharap lebih dari adanya kebijakan program Swasembada Daging Sapi tahun 2010, yaitu lebih dari 2 juta rumah tangga peternak sapi potong, yang selama ini menjadi pihak yang dianggap akan paling banyak “mendapat berkah” dari program tersebut. Akan tetapi apakah dengan adanya isu penambahan daftar Negara pengimpor daging sapi ini, tidak akan memupus harapan mereka ?.

Dan semoga, PMK memberikan berkah buat peternak, dengan menjadi penghalau penambahan volume impor daging sapi dari luar. Sehingga perhatian pemerintah terfokus kepada peningkatan produksi daging sapi dari kalangan peternak rakyat. Belum pula, potensi alam beberapa wilayah Indonesia yang mendukung bagi usaha ternak sapi potong, diharapkan menjadai tantangan bagi pemerintah untuk mewujudkan mimpinya untuk dapat menjadi Negara yang swasembada daging sapi.

Karena, meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri yang berbasis peternak rakyat, pada dasarnya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang secara langsung menekan pengangguran yang ada. Karena memang, peternakan sebagai subsektor pertanian sangat strategis untuk mengerjakan hal tersebut. Semoga !.

Cecep Hidayat

Peneliti di Balai Penelitian Ternak – Balitbang – Departemen Pertanian RI

Baca Selengkapnya...

Label: , , ,

Indonesia Importir Terbesar Sapi Hidup Australia

16.08 / Diposting oleh A. TAUFIK / komentar (0)

Ditulis Oleh Pukesmaveta

Kamis, 05 Pebruari 2009 di www.vet-indo.com

Indonesia merupakan negara pengimpor terbesar sapi hidup Australia. Sepanjang 2008 sebanyak 651.196 ekor atau 75 persen dari total ekspor sapi hidup Australia ke pasar dunia yang tercatat 869.545 ekor. Impor Indonesia sepanjang 2008 itu naik 26 persen dari impornya tahun 2007 yang mencapai 516.992 ekor.Total nilai impor Indonesia itu mencapai 419 juta dolar Australia. Dalam penjelasan persnya yang diperoleh ANTARA di Brisbane, Rabu, Meat & Livestocks Australia (MLA), perusahaan yang menjadi mitra industri peternakan dan pemerintah Australia ini, menyebutkan, Indonesia menjadi negara tujuan ekspor dan mitra dagang penting

Manajer Ekspor Ternak MLA, Michael Finucan, mengatakan, sapi-sapi hidup Australia sangat cocok dengan iklim Indonesia dan industri ternak negara itu serius membangun infrastruktur dan program kesejahteraan binatang. Indonesia dinilai kalangan eksportir sapi hidup Australia sebagai pasar yang sangat potensial tidak hanya karena jumlah penduduknya yang besar tetapi juga karena dari sekitar 220 juta jiwa penduduknya itu, sekitar 20 juta orang di antaranya adalah orang-orang kaya. Selain Indonesia, pasar utama sapi hidup Australia lainnya adalah Israel, Lybia, dan Rusia. Total ekspor sapi hidup Australia (2008) mencapai 869.545 ekor atau naik 150 ribu ekor dari total ekspor tahun 2007 yang tercatat 719.482 ekor. Dari hasil ekspor itu, Australia menerima devisa sebesar 644 juta dolar Australia.ant/kp, Republika Newsroom, Rabu, 04 Februari 2009.



Baca Selengkapnya...

Label: , ,

Impor daging sapi Brazil, amankah ?

16.04 / Diposting oleh A. TAUFIK / komentar (0)

Impor dr Brazil .. bukan lah untuk menambah ketergantungan impor

melainkan mencari pemasok lain diluar Australia dan New Zealand yg

selama ini memono/oligopoli , shg ada kompetisi lebih sehat yg bisa

membuat rakyat Indonesia dpt daging sehat ( tidak terkena penyakit

hewan maupun manusia) yg harganya lebih terjangkau.

Image

Impor dr Brazil .. bukan lah untuk menambah ketergantungan impor

melainkan mencari pemasok lain diluar Australia dan New Zealand yg

selama ini memonopoli , shg ada kompetisi lebih sehat yg bisa

membuat rakyat Indonesia dpt daging sehat ( tidakterkena penyakit

hewan maupun manusia) yg lebih terjangkau.




Dalam aturan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia ( OIE) , jelas ada

protokol yg membenarkan impor dr negara yg memiliki suatu wilayah (

bukan negara ) yg bebas penyakit kuku dan mulut. Brazil memiliki

wilayah seperti ini. Lalu sesuai protokol itu, daerah/provinsi yg

memiliki sapi yg bebas PMK ini,juga harus memiliki buffer area,

dimana negara itu bisa meyakinkan bhw sapi diluar daerahnya yg belum

bebas PMK nggak bisa masuk ke daerah yg bebas PMK.

Negara Brazil spt juga Argentina, adalah 2 dari sedikit negara

pengekspor daging sapi terbesar didunia. Artinya terbukti bhw

daging yg diekspornya aman dimakan oleh penduduk negara yg mengimpornya.

Pernyataan bhw banyak negara lain yg sudah bebas, kenapa hrs impor

drn Brazil menyesatkan, krn negara yg bebas itu ya misalnya singapore

yg nggak punya sapi. Sedangkan negara diluar Australia New Zealand,

yg jadi pengekspor , artinya punya daging sapi, ya praktis ,

Brazilia, Argentia, dan India , yg nyaranya negara nya belum bebas PMK.

Seandainya benar ada negara lain diluar Ausrtralia dan NZ yg bebas

dan punya sapi utk diekspor, sy mohon peserta diskusi itu segra saja

merealisasikan impornya krn memang nggak ada aturan dr pemerintah qq

deptan yg melarang impor dr negara itu.

Pasti anggota Nampa dan konsumen dgaing senang

Ayo buktikan ada.. lakukanlah ..pasti rakyat senang...

Lalu cerita ttg , bhw kalau kita bisa bebas PMk , maka status itu

menguntungkan kita krn bisa ekspor, adalah mungkin menyesatkan karena :

nyatanya kita nggak ekspor, walau negara kita bebas PMK sebaliknya ..

nyatanya negara yg hanya zone free , negaranya belum bebas PMK, malah

bisa ekspor , contohnay ya Brazil cs itu

pilih mana .. jd negara bebas PMK spt Indonesia tapi nggak bisa ekspor

atau jd negara yg hanya zone free , belum negara , spt BraZilia tapi

bisa ekspor kemana mana ??

Sekedar ilustrasi.., di Malaysia kita bisa dapat daging seharga

Rp.20.000 , sementara di Indonesia paling murah Rp.50.000, kenapa ,,

ya karena mrk impor juga dr negara yg berstatus belum free country spt Brazilia,,. Jadi

merkea lebih kaya dna bisa dapat dagng lebih murah. tetap sehat lagi...

Cerita dlm berita di bis.ind 16 April 2008 ,dikatakan bhw kita potensiil rugi

milyaran dollar kalau beli dr Brazil,

, sy nggak tahu hitungan mereka,

tapi kalau di balik, maka jika saja harga daging di indonesia bisa

Rp.10.000 saja lebih murah dari situasi sekarang , maka situasi

sekarang telah membebani rakyat kita senilai , 240 juta (

jumlahrakyat) X 1.7 ( kinsumsi daging perkapita ) X Rp.10.000 =

silahkan hitung sendiri kerugian pertahunnya nya.

Usul saya , lebih baik wilayah Indonesia dibagi dua.. yaitu daerah

produksi , jadi zone free , misal Nusa Tenggara , Sulawesi , Maluku

dan Irian yg dijadikan daerah peternakan dimana tidka boleh masuk

sapi atau daging sapi dr negara yg belum bebas PMK, Bali jadi daerah

buffer area, sementar jawa , kalimantan Sumatra daerah terbuka,

dimana daging sehat dr negara yg sudah di boleh kan diimpor oleh

aturan OIE , termasuk Brazilia boleh masuk.

Suatu saat dr negara kita yg walau hanya zone free ini kita bisa ekspor, karena ada

dana utkmengembangkan prasarana ini dr pajak impor daging dr negara

yg murah harga dagingnya.

lebih baik jadi negara zone free PMK tapi bisa ekspor seperti Brazilia,

daripada jadi negara yang country free PMK tapi malah membebani rakyat dgn harga daging mahal..

Pajak bea masuk dari daging sapi yg lebih murah ini bisa diperuntukkan

membangun infra struktur di daerah peternakan.yg ada di zone free Indonesia.

Konsumen senang , peternakan kita maju.

Jangan cepat percaya bhw issue larangan Brazilia ini menguntungkan

peternak... ,nyatanya selama ini peternakan kita juga nggak maju maju..

sbelaiknya konsumen tertekan oleh harga mahal..

Pajaki impor terhadap daging yg lebih murah bisa untuk bangun peternakan Indonesia.

Dengan pendapat pajak ini .kita bangun infrastruktur peternakan .di wilayah yg lalu kita buat zone free PMK..

Juga negara pengekspor daging ini diminta membantu membangun prasarana peternakan

di Indonesia timur itu..

Majulah bersama peternakan indonesia dan pengolah daging Indonesia.

Bukan majunya peternakan sapi luar negeri

Ayo win win situation bagi semua komponen bangsa Indonesia...

. bukan jadi hambanya asing.


hari ini buka impor daging sehat terjangkau seluas luasnya.. esok jadi peksportir daging sapi..

Peternakan sapi Indonesia juga nggak akan maju jika nggak ada dana yg

cukup.. yg mungkin malah bisa diperoleh dr pajak yg lebih besar dr

negara yg murah dagingnya.

Pelaku bisnis yg di daerah zone free tentunya haruslah para peternak

asli Indonesia...


Baca Selengkapnya...

Label: ,