Ditulis Oleh Cecep Hidayat
Rabu, 22 Oktober 2008 www.vet-indo.com
Penyakit mulut dan kuku (PMK), saat ini menjadi salah satu jenis penyakit hewan yang banyak dibicarakan di tahun 2008. Awalnya berasal dari wacana yang dihembuskan oleh pemerintah untuk mengimpor daging sapi dari Brasil. Salah satu Negara eksportir dan pemilik populasi ternak sapi potong terbesar di dunia, akan tetapi belum mendapatkan pengakuan dari Badan Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des Epizooties (OIE) sebagai Negara bebas PMK.
Respon penolakan pun langsung bertebaran menyikapi rencana pemerintah ini, dahsyatnya bahaya PMK menjadi landasan penolakan tersebut. Sikap ini memang sangat beralasan, mengingat bahwa PMK merupakan salah satu penyakit hewan menular yang paling ditakuti oleh dunia internasional. Sehingga sangat wajar bila para stake holder peternakan menyatakan “perang” dengan keinginan pemerintah itu.
Sejak tahun 1990, Indonesia telah diakui oleh OIE sebagai Negara yang terbebas dari PMK. Sebuah prestasi besar, bila mengingat besarnya perjuangan berbagai kalangan yang tanpa lelah selama 12 tahun sejak dari tahun 1974 sampai tahun 1986 membumihanguskan PMK dari bumi ibu pertiwi. Berdasarkan data, PMK pernah “menetap” di Indonesia, pertama kali “singgah” tahun 1887 di daerah Malang, jawa Timur.
Merupakan sebuah kerugian yang nyata bila kemudian penyakit ini kembali “mampir kembalil” di Indonesia. Sebagai catatan, terakhir pemerintah Inggris mengalami kerugian yang sangat tinggi, ketika harus memusnahkan jutaan sapinya akibat terkena PMK. Sinyal lampu kuning yang harus diperhitungkan pemerintah, dibanding kilauan tawaran harga yang didengung-dengungkan oleh Brasil yang bisa sampai 60% dari harga daging sapi yang biasa Indonesia beli dari Australia atau New Zealand.
Agar mengetahui penyakit ini, saya sampaikan ulasan tentang profil PMK :
Hewan yang Terserang dan Penyebabnya
Secara umum PMK menyerang hewan yang berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan menjangan. PMK disebabkan oleh virus yang sangat kecil, yaitu berdiameter ± 20 milimikron, terbentuk dari asam inti ribo yang diselubungi protein. Virus ini sangat labil, antigenisitasnya cepat, dan mudah berubah.
Gejala Penyakit pada Ternak
Secara klinis hewan yang terkena PMK dapat diketahui dari tanda-tanda berikut : lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41 derajat celcius), keluar air liur secara melimpah, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot hidup berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%.
Tingkat kematian pada hewan dewasa umumnya rendah, namun biasanya tinggi pada hewan muda akibat myocarditis. Tanda khas PMK adalah lepuh-lepuh berupa tonjolan bulat yang bersisi cairan limfe pada rongga mulut, lidah sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan di ambing susu.
Kerugian Akibat PMK
Bila PMK kembali “tinggal” di Indonesia, maka akan merugikan hal-hal berikut ini :
(a). Penurunan produktivitas kerja ternak.
(b). Penurunan bobot hidup.
Ternak yang menderita PMK sulit mengonsumsi, mengunyah, dan menelan pakan, bahkan pada kasus yang sangat parah, ternak tidak dapat makan sama sekali. Akibatnya cadangan energi tubuh akan terpakai terus hingga akhirnya bobot hidup menurun dan ternak menjadi lemas.
(c). Gangguan fertilitas.
Ternak produktif yang terkena PMK akan kehilangan kemampuan untuk melahirkan setahun setelah terserang penyakit tersebut. Ternak baru dapat beranak kembali setelah dua tahun kemudian. Jika pada awalnya seekor mampu beranak lima ekor, karena penyakit ini kemampuan melahirkan menurun menjadi tiga ekor atau kemampuan menghasilkan anak menurun 40 %.
(d). Kerugian ekonomi akibat penutupan pasar hewan dan daerah tertular.
Dalam keadaan terjadi serangan PMK, seluruh kegiatan di pasar hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH) ditutup. Akibatnya, pekerja di pasar hewan dan RPH, pedagang ternak, serta pengumpul rumput akan kehilangan mata pencaharian selama jangka waktu yang tidak menentu.
(e) Hilangnya peluang ekspor ternak, hasil ikutan ternak, hasil bahan hewan, dan pakan.
Yang sangat membahayakan dari PMK lainnya adalah, penyakit ini sangat mudah menyebar ke ternak berkaki genap lainnya. Seperti yang terjadi di Inggris, yang hanya memerlukan waktu seminggu untuk membuat penyakit ini beredar. Kiranya wajar, bila para stake holder peternakan banyak yang bersuara keras untuk menyatakan nyalakan lampu merah untuk impor daging sapi dari Brasil.
PMK dan Ambivalensi Swasembada Daging Sapi
Yang paling unik dari rencana pemerintah di atas adalah terjadi pada saat masa target pencanangan yang di canangkan pemerintah untuk Swasembada Daging Sapi telah memasuki masa injury time. Hanya tinggal satu tahun lagi. Ironis memang, kebijakan yang telah dicanagkan sejak tahun 1995 ini, diakhir waktunya gaungnya harus terkubur oleh kontroversi pro-kontra isu impor daging sapi Brasil, bukan informasi perjuangan keras pemerintah dalam mensukseskan program tersebut.
Sebenarnya banyak yang berharap lebih dari adanya kebijakan program Swasembada Daging Sapi tahun 2010, yaitu lebih dari 2 juta rumah tangga peternak sapi potong, yang selama ini menjadi pihak yang dianggap akan paling banyak “mendapat berkah” dari program tersebut. Akan tetapi apakah dengan adanya isu penambahan daftar Negara pengimpor daging sapi ini, tidak akan memupus harapan mereka ?.
Dan semoga, PMK memberikan berkah buat peternak, dengan menjadi penghalau penambahan volume impor daging sapi dari luar. Sehingga perhatian pemerintah terfokus kepada peningkatan produksi daging sapi dari kalangan peternak rakyat. Belum pula, potensi alam beberapa wilayah Indonesia yang mendukung bagi usaha ternak sapi potong, diharapkan menjadai tantangan bagi pemerintah untuk mewujudkan mimpinya untuk dapat menjadi Negara yang swasembada daging sapi.
Karena, meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri yang berbasis peternak rakyat, pada dasarnya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang secara langsung menekan pengangguran yang ada. Karena memang, peternakan sebagai subsektor pertanian sangat strategis untuk mengerjakan hal tersebut. Semoga !.
Cecep Hidayat
Peneliti di Balai Penelitian Ternak – Balitbang – Departemen Pertanian RI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar